Direktur LPHPA Lampung : Pelaku Penganiayaan Remaja 17 Tahun di Lampung Barat Bisa Dijerat Pasal Berlapis

Foto : Direktur LPHPA Provinsi Lampung Toni Fisher
TRANSSEWU.COM – Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Lampung menyoroti kasus penganiayaan yang menimpa seorang wanita berinisial EM (17), warga Pekon Tanjung Raya, Kecamatan Sukau. Direktur LPHPA Lampung, Toni Fisher, menegaskan bahwa pelaku bisa dikenakan pasal berlapis atas perbuatannya.
Kasus ini bermula saat EM mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada Rabu (22/1/2025), yang menyebabkan korban tak berdaya dan terpisah dari anaknya yang masih berusia lima bulan. Toni mengecam tindakan pelaku yang dinilai kejam dan tidak manusiawi.
Pelaku Bisa Dijerat Pidana Perkawinan Anak
Toni mengungkapkan bahwa korban masih berusia 17 tahun, sedangkan batas usia perkawinan yang diperbolehkan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan adalah minimal 19 tahun.
“Artinya, korban menikah di usia anak, sehingga pelaku bisa dijerat pidana sesuai larangan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019,” ujar Toni, Sabtu (22/2/2025).
Tak hanya pelaku, orang tua dari kedua belah pihak juga bisa dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang melarang orang tua menikahkan anak di bawah umur.
Dampak Jika Pernikahan Tidak Tercatat di KUA
Toni menambahkan bahwa jika pernikahan korban dan pelaku tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) dan tanpa dispensasi dari pengadilan agama, maka kasus ini tidak bisa dikenakan Undang-Undang KDRT.
“Jika tidak ada pencatatan di KUA, pelaku hanya bisa dikenakan pasal penganiayaan dalam KUHP, bukan Undang-Undang KDRT,” jelasnya.
Toni pun mendorong pemerintah daerah untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan perkawinan anak dan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat agar memahami dampak buruknya.
Pasal Berlapis untuk Pelaku dan Keluarga
Dalam kasus ini, pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal, antara lain:
- Pasal Penganiayaan dalam KUHP, baik fisik maupun psikis.
- Pasal Penelantaran Istri, jika terbukti meninggalkan korban tanpa dukungan.
- Pasal Pembiaran, yang dapat dikenakan kepada orang tua pelaku jika mereka mengetahui dan tidak mencegah kekerasan terhadap korban.
Selain itu, Toni juga menekankan agar kepolisian dan tim hukum korban menerapkan pasal penelantaran anak terhadap bayi korban yang masih berusia lima bulan.
Pentingnya Perlindungan Hak Korban dan Anak
Toni mendesak pemerintah daerah Lampung Barat untuk memenuhi hak-hak korban dan bayinya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang perlindungan khusus bagi anak yang membutuhkan bantuan berkelanjutan.
“Korban dan anaknya masih tergolong anak-anak, sehingga mereka berhak mendapatkan perlindungan ekonomi, kesehatan, serta pendampingan hukum,” ujarnya.
Meski lokasi kejadian berada di wilayah OKU Selatan, Toni berharap Polres Lampung Barat tetap menegakkan hukum terkait penelantaran korban yang ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
“Pelaku dan keluarganya harus dihukum berat sesuai perbuatannya,” pungkasnya. (IF)
Editor : IFFAH.Yy.A.Md.Kom
TRANSSEWU.COM