Polda Diminta Bertindak! Dugaan Pemalsuan Sporadik 198 Hektar Kian Panas

Foto : Ketua Umum Garuda Berwarna Nusantara, Johan Syahril TB.
TRANSSEWU.COM – Penerbitan sporadik atas lahan seluas 198 hektar di Desa Lumbirejo, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, memicu polemik dan kecurigaan. Ketua Umum Ormas Garuda Berwarna Nusantara, Johan Syahril.TB, mendesak Kapolda Lampung untuk mengusut dugaan pemalsuan dokumen dalam penerbitan sporadik yang ditandatangani Kepala Desa Lumbirejo, Ridho, pada 24 Oktober 2024.
Menurut Johan, penerbitan dokumen tersebut memiliki cacat hukum karena tanah yang bersangkutan telah memiliki bukti kepemilikan sah sejak lama, mulai dari sporadik lama, Akta Jual Beli (AJB), hingga sertifikat resmi.
“Bagaimana mungkin tanah yang sudah memiliki bukti kepemilikan sejak 1985 tiba-tiba diterbitkan sporadik baru atas nama pihak lain? Ini sangat mencurigakan dan harus segera diusut!” tegas Johan dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (26/3/2025).
Dari total 198 hektar lahan tersebut, Johan menjelaskan bahwa 90 hektar merupakan milik Sumarno Mustopo, yang memiliki AJB sejak 1985 hingga 1995. Sementara itu, sekitar 100 hektar lainnya dikuasai masyarakat dengan dokumen resmi, termasuk sertifikat tanah, serta sebagian lagi diduga telah dikuasai oleh sebuah perusahaan di Lampung.
Dugaan Mafia Tanah dan Dampaknya
Johan menduga ada praktik mafia tanah dalam penerbitan sporadik ini. Ia menilai bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen.
“Kami mendesak Kapolda Lampung melalui Ditreskrimum untuk segera mengusut dugaan pemalsuan ini. Jangan sampai ada oknum yang bermain demi kepentingan pribadi, sementara masyarakat kehilangan haknya,” ujarnya dengan nada geram.
Tak hanya berdampak pada status kepemilikan, polemik ini juga merugikan warga secara ekonomi. Sebanyak 90 warga Desa Lumbirejo kehilangan mata pencaharian setelah lahan yang mereka garap bertahun-tahun tiba-tiba diambil alih dan ditanami singkong oleh pihak lain.
“Kami terkejut! Tanah yang sudah kami kelola sejak lama tiba-tiba diambil orang lain dan sudah ditanami singkong. Bagaimana nasib kami sekarang?” ujar Supriyanto, salah satu warga terdampak.
Sebagai bentuk perlawanan, warga telah mengumpulkan tanda tangan dalam sebuah pernyataan keberatan dan berharap pihak kepolisian segera turun tangan sebelum situasi semakin memanas.
Ujian bagi Aparat Penegak Hukum
Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat kepolisian di Lampung. Jika dibiarkan berlarut-larut, praktik mafia tanah berpotensi semakin merajalela dan merugikan banyak pihak.
Publik kini menunggu langkah tegas dari Kapolda Lampung. Apakah hukum akan ditegakkan demi keadilan, atau mafia tanah akan terus berkuasa? Jawabannya ada di tangan aparat penegak hukum.
Editor : IFFAH.Yy, A.Md.Kom
TRANSSEWU.COM