Jangan Hanya Ukur yang Ramai, Diam pada yang Sunyi: HMI Desak Audit Agraria Menyeluruh,Keadilan agraria adalah hak rakyat, bukan milik korporasi

Bandar Lampung, 18 Juli 2025 — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar Lampung menyampaikan sikap tegas terkait keputusan Komisi II DPR RI yang memerintahkan pengukuran ulang lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Sugar Group Companies (SGC) di Provinsi Lampung. Dalam pernyataan resminya, HMI menyambut baik langkah tersebut namun menekankan bahwa tindakan ini tidak boleh berhenti pada satu korporasi saja.
Ketua Umum HMI Cabang Bandar Lampung, Tohir Bahnan, menegaskan bahwa persoalan agraria di Lampung jauh lebih kompleks dan melibatkan banyak perusahaan besar lainnya yang hingga kini belum tersentuh oleh audit maupun pengawasan serius dari negara.
“Langkah pengukuran ulang terhadap PT SGC harus menjadi awal, bukan akhir. Banyak perusahaan lain yang juga memiliki riwayat panjang konflik dengan masyarakat lokal, petani, hingga komunitas adat,” ujar Tohir
HMI mencatat, sejumlah korporasi besar seperti PT Bumi Waras, PT BNIL, PT AKG, hingga BUMN seperti PTPN I Regional 7 memiliki sejarah konflik agraria di Lampung. Selain itu, perusahaan raksasa nasional seperti Sinarmas Group, Gajah Tunggal, Wilmar Group, dan PT Great Giant Pineapple (GGP) juga menguasai lahan berskala besar namun luput dari audit tata kelola lahan.
HMI juga menyoroti kawasan hutan Register yang selama ini menjadi pusat konflik berkepanjangan. Misalnya, Register 42 di Way Kanan yang dikelola PT Inhutani V bersama mitra swasta PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), hingga Register 44 dan 46 yang merupakan hutan larangan warisan Marga BPPI Negara Batin namun kini dikelola perusahaan seperti PT Budi Lampung Sejahtera (BLS) dan PT Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI).
Menurut HMI, konflik agraria yang melibatkan kawasan ini belum mendapatkan kepastian hukum bagi masyarakat adat dan masih menyisakan banyak ketegangan sosial.
Langkah pengukuran ulang oleh Komisi II DPR RI sendiri didasari ketimpangan data luasan lahan PT SGC. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 15–16 Juli 2025, DPR RI menginstruksikan Kementerian ATR/BPN untuk melakukan pengukuran ulang terhadap 25 bidang tanah seluas 84.523 hektare milik PT SGC yang tersebar di Tulang Bawang dan Lampung Tengah. Data ini berbeda jauh dari beberapa sumber sebelumnya yang mencatat luasan antara 75.000 hingga 141.000 hektare.
“Ketimpangan data ini adalah bukti nyata lemahnya sistem tata kelola pertanahan nasional. Ini celah penyimpangan yang harus ditutup dengan kebijakan yang adil dan menyeluruh,” lanjut Tohir.
HMI juga menyinggung kasus penguasaan lahan yang tidak sesuai HGU, seperti PTPN I Regional 7 Unit Way Berulu yang tercatat menguasai 1.722 hektare dari HGU yang seharusnya hanya 1.544 hektare. Kasus serupa terjadi di PT Bumi Madu Mandiri (BMM) yang diduga menguasai lebih dari 4.600 hektare eks-lahan PTPN tanpa legalitas yang jelas.
HMI menilai bahwa hanya menyasar PT SGC tanpa menyentuh perusahaan lainnya adalah bentuk ketidakadilan struktural.
Karena itu, HMI Cabang Bandar Lampung secara resmi mendesak:
1. Pengukuran ulang seluruh HGU korporasi besar di Lampung.
2. Transparansi penuh data pertanahan dan HGU ke publik.
3. Audit sosial dan lingkungan terhadap perusahaan yang terlibat konflik agraria.
4. Keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam penataan ulang sistem agraria.
HMI menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu ini bersama masyarakat adat, organisasi petani, dan kelompok sipil lainnya dalam menyusun peta konflik dan strategi advokasi yang partisipatif.
“Keadilan agraria bukan sekadar data dan peta. Ini soal ruang hidup rakyat. Jangan hanya ukur yang ramai, tapi diam pada yang sunyi. Kami akan terus bersuara hingga negara benar-benar berdiri di tengah rakyat, bukan di bawah bayang-bayang korporasi,” tutup Tohir Bahnan.
Editor : iffa. Yy|transsewu.com