Bandar Lampung 343 Tahun: DPRD Soroti Ketimpangan Pendidikan dan Krisis Layanan Kesehatan

Screenshot_20250716_102410~2

Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, Asroni Paslah

Bandar Lampandar Lampung — Di usianya yang ke-343 tahun, Kota Bandar Lampung masih dihadapkan pada berbagai persoalan mendasar, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan. Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandar Lampung, Asroni Paslah, menyebut sejumlah titik lemah dalam pelayanan publik belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah kota.

“Pemerataan pendidikan masih menjadi masalah utama di Bandar Lampung,” tegas Asroni dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).

Ia menyoroti dua wilayah di Kecamatan Kemiling, yakni Kedaung dan Bringin Jaya, yang hingga kini belum memiliki Sekolah Dasar (SD). Kondisi ini memaksa anak-anak usia sekolah menempuh jarak jauh ke sekolah terdekat, menyebabkan penumpukan siswa dan ketimpangan akses pendidikan.

“Saya mendesak pemkot segera merespons kebutuhan pembangunan SD di sana. Jangan sampai anak-anak kehilangan hak dasar hanya karena ketiadaan fasilitas,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Selain masalah infrastruktur, Asroni juga menyinggung perlunya strategi jelas terkait pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang belakangan menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua dan siswa.

Di sektor kesehatan, situasi tak kalah memprihatinkan. Berdasarkan rapat bersama tim BPJS dan sejumlah OPD, Komisi IV menemukan masih banyak wilayah padat penduduk kekurangan tenaga medis. Contohnya, Kemiling dan Rajabasa yang masing-masing hanya memiliki satu puskesmas rawat jalan untuk melayani puluhan ribu penduduk.

“Kemiling punya sekitar 80 ribu jiwa, Rajabasa sekitar 60 ribu. Tapi masing-masing hanya punya satu puskesmas. Padahal, standar rasio idealnya adalah satu puskesmas per 20 ribu jiwa,” jelas Asroni.

Kondisi diperparah oleh kebijakan terbaru terkait tanggungan BPJS bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Seluruh beban biaya bagi 15.000 PBI dari APBN dan 10.680 PBI dari provinsi kini dialihkan ke pemerintah kota. Hal ini dinilai berisiko menjadi bom waktu bagi keuangan daerah.

“Anggaran kesehatan seperti P2KM pun kini tersendat. Bahkan, tercatat ada tunggakan hingga Rp42 miliar, yang membuat layanan rumah sakit negeri maupun swasta terganggu,” bebernya.

Asroni menegaskan bahwa momentum ulang tahun kota seharusnya menjadi cermin perbaikan kualitas hidup masyarakat, bukan sekadar seremoni tahunan.

“Usia kota boleh bertambah, tapi jika pendidikan dan kesehatan masih tertinggal, makna kemajuan hanya jadi slogan kosong,” tutupnya.

 

 

Editor: Iffa Yuliyanti | transsewu.com

About The Author